Saturday, 27 Apr 2024

Inilah Mitos Seputar Vaksin COVID-19

news24xx


Foto : TempoFoto : Tempo
https://swastikaadvertising.com/

NEWS24.CO.ID - Pemerintah Indonesia terus mempercepat vaksinasi COVID-19. Lebih dari 70 juta orang di negara itu telah menerima dosis pertama vaksin COVID-19 , dan sekitar 40 juta telah sepenuhnya divaksinasi terhadap virus corona.

Namun, mitos tentang vaksin yang masih beredar di masyarakat membuat masyarakat enggan untuk disuntik. Berikut beberapa mitos yang dibantah tentang vaksin seperti dikutip dari situs pemerintah COVID-19, Covid19.go.id.


Read More : MAMANGBET 5 Makanan Tinggi Serat, Bagus untuk Kesehatan Pencernaan dan Mencegah Gangguan Pencernaan

Vaksin Mengubah DNA 

Deoxyribonucleic Acid (DNA), molekul yang menentukan sifat dan karakteristik fisik setiap spesies, dikabarkan akan berubah setelah vaksinasi.

Dikutip dari video serial Organisasi Kesehatan Dunia Episode 24 berjudul "Mitos Vaksin vs Sains", seorang ahli vaksin Dr. Katherine O'Brien mengatakan tidak mungkin jenis vaksin saat ini, atau vaksin mRNA, dapat mengubah DNA sel manusia.

Dia menjelaskan mRNA adalah instruksi bagi tubuh untuk membuat protein dan kemudian sistem kekebalan alami meresponsnya untuk melindungi dari penyakit menular.

Vaksin Menyebabkan Infertilitas

Vaksin COVID-19 dikatakan menimbulkan risiko kemandulan. O'Brien yang juga seorang dokter penyakit menular menegaskan bahwa rumor tersebut tidak benar. “Tidak ada vaksin yang menyebabkan kemandulan.



Read More : Jaga Kesehatan dan Kekuatan Tulang dengan Mengonsumsi Rumput Laut, Begini Cara Membuatnya

Vaksin Mengandung Bahan Kimia Berbahaya

Desas-desus lain tentang vaksin itu adalah mengandung bahan kimia berbahaya karena menyebabkan efek tertentu pada manusia. O'Brien menggarisbawahi bahwa rumor tersebut hanyalah mitos. Vaksin COVID-19 dipastikan aman untuk manusia dan semua komponennya diuji secara berat, termasuk dosisnya.

“Vaksin mengandung sejumlah elemen berbeda dan masing-masing telah diuji. Sebelum mereka diberikan kepada manusia, mereka diuji pada hewan dan untuk segala jenis masalah pada hewan. Dan baru kemudian mereka masuk ke manusia di mana kami menguji dalam uji klinis dengan puluhan ribu orang sebelum mereka diizinkan untuk digunakan di masyarakat umum, ”tegasnya.





Loading...