NEWS24.CO.ID - Koordinator Badan Pengawas Sepak Bola Indonesia Save Our Soccer Akmal Marhali mengatakan, peristiwa tragis di Stadion Kanjuruhan disebabkan pelanggaran prosedur yang dilakukan oleh penyelenggara pertandingan sepak bola.
Sedikitnya 127 orang tewas dalam tragedi tersebut, yang dilaporkan menjadi salah satu bencana stadion terburuk di dunia.
Read More : Jelang Lebaran dan Libur Panjang CKB Logistics Optimalkan Bisnis Kargo Udara
"Ini terjadi karena adanya pelanggaran, baik dari prosedur, SOP, maupun peraturan keselamatan dan keamanan stadion FIFA," kata Akmal melalui pesan suara kepada Tempo , Senin, 3 Oktober 2022.
Pada pertandingan profesional Sabtu malam, panitia mencetak 45.000 tiket sedangkan polisi hanya mengizinkan 25.000 tiket.
“Jumlah penonton tidak seimbang dengan kapasitas stadion sehingga menimbulkan kerumunan. Ini pelanggaran prosedur yang sangat fatal,” katanya.
Pertandingan yang digelar pada malam hari juga cukup berbahaya. Akmal mengaku pihaknya telah beberapa kali mengatakan bahwa Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) dan operator liga sepak bola PT Liga Indonesia Baru (LIB) harus merevisi jadwal pertandingan sepak bola hingga larut malam. “Karena merugikan keamanan dan kenyamanan jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,” tambahnya.
Hal ini terbukti pada pertandingan sepak bola sebelumnya yang menewaskan 6 suporter Arema dan Bonek karena kelelahan dan kecelakaan lalu lintas.
Read More : KOI Terus Support Atlet Menuju Olimpiade Paris 2024
Selain itu, Akmal menyoroti penggunaan gas air mata di stadion, dengan menegaskan bahwa hal itu jelas melanggar Peraturan Keselamatan dan Keamanan Stadion FIFA Pasal 9b.
Pengawas sepak bola juga menduga PSSI tidak menyampaikan prosedur bahwa pengamanan sepak bola berbeda dengan pengamanan unjuk rasa. “Tidak ada senjata dan gas air mata yang diizinkan di stadion,” tegasnya.
Menyusul insiden fatal tersebut, lanjut Akmal, PSSI seharusnya menghentikan liga hingga tim pencari fakta menemukan bukti terbaru. Tim khusus harus mengidentifikasi kasus ini dan menjatuhkan hukuman seberat-beratnya kepada pihak-pihak yang gagal menangani kasus ini.
Lebih lanjut dia mencontohkan Pasal 51 UU Sisdiknas Nomor 11 Tahun 2022 bahwa suporter berhak atas jaminan keamanan dan keselamatan. Artinya, panitia bisa dijerat dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda Rp1 miliar.
PSSI juga didesak untuk segera menyusun peraturan untuk menjamin keamanan pendukung dan membentuk tim pencari fakta yang melibatkan polisi, Komnas HAM, dan lembaga swadaya masyarakat untuk meluncurkan penyelidikan menyeluruh atas tragedi Kanjuruhan. “Agar sepakbola kita bisa bangkit kembali dan menjadi lebih baik.” ***