Saturday, 27 Apr 2024

Takbir Akbar Mengiringi Penemuan Mayat Kapitan, Korban Banjir Bandang di NTT

news24xx


Foto : VOIFoto : VOI
https://swastikaadvertising.com/

NEWS24.CO.ID -  “Allahu Akbar…,” teriak seorang ibu sambil berdiri di atas atap rumah yang roboh akibat banjir bandang di Desa Waiburak, Kecamatan Adonara Timur, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, saat Mayat Kapitan Korebima (45) ditemukan, Selasa 6 April.

Warga dari berbagai pelosok desa kemudian lari ke rumah Kapitan yang tidak jauh dari tepian Sungai Mati. Mayat Kapitan ditemukan terjepit di antara puing-puing tembok. Alat berat kontraktor itu diarahkan warga ke lokasi untuk mengevakuasi jenazahnya.

Isak tangis dan sayup-sayup doa bisa terdengar di antara suara alat berat yang mengangkat puing-puing bangunan. Selang dua jam, petugas berseragam TNI Angkatan Darat bersama warga berhasil mengevakuasi jenazah Kapitan Korebima, petugas keamanan Bank BRI yang diakui warga sebagai panutan.

"Saya meminta untuk menemukan semua orang yang meninggal di sini sebelum pembersihan dilakukan. Kami harus menguburkan tubuh mereka," kata Abah Gaus, seorang tokoh masyarakat di Waiburak.

Setelah dievakuasi, jenazah Kapitan Korebima dibawa ke rumah duka di Dusun 3 untuk dimakamkan, sebelum dimakamkan di Pemakaman Umum Bele yang berjarak sekitar 500 meter dari lokasi ditemukannya jenazah.


Read More : Terima Aspirasi APLI Bamsoet Dorong Peningkatan Industri Penjualan Langsung

Kapitan Korebima dilaporkan sebagai korban banjir bandang kesepuluh yang meninggal. Penemuan jenazahnya mengakhiri pencarian korban banjir bandang yang meninggal di Waiburak. Abah menuturkan, jenazah dua korban banjir bandang yang melanda desa tersebut, Ahad, 4 April, pukul 02.00 WIB ditemukan beberapa jam setelah banjir di sekitar muara Sungai Mati.

Senin, 5 April, TNI AD dan warga mengevakuasi enam jenazah korban banjir dari beberapa lokasi. Sebagian besar mayat ditemukan di dalam rumah. "Saat itu ditemukan dua orang dalam keadaan hidup," kata Abah.

“Pukul 10.00 WIB, kami menemukan jenazah perempuan. Dia sudah tua. Tubuhnya berlumuran lumpur. Rata-rata meninggal karena tidak tahu ada banjir. Mereka sedang tidur,” kata Hamid Bonda Atapukan. (40), warga Waiburak.

Desa Waiburak merupakan salah satu desa di Kabupaten Flores Timur yang dilanda banjir bandang pada Minggu (4/4).

Selain meliputi desa yang sebagian penduduknya merupakan pendatang dari Pulau Jawa, banjir bandang melanda Waiwerang Kota, sebuah desa yang terletak sekitar satu kilometer dari Pelabuhan Waiwerang ke arah timur.

Banjir bandang membuat desa yang diapit oleh Gunung Ile Boleng dan perbukitan tidak lagi terlihat seperti desa. Yang ada hanya reruntuhan bangunan, beberapa rumah yang hampir roboh, serta bebatuan dan batang pohon yang berhamburan oleh arus air di sana.

Pelat beton berukuran 4x6 meter yang berasal dari bangunan jembatan yang menghubungkan Waiwerang Kota dengan Waiburak di atas Sungai Mati itu terbawa arus setinggi delapan meter ke arah timur dan menghantam gedung.



Read More : WWF Ke 10 PUPR Dorong Pemimpin Negara Dunia Komitmen Atasi Masalah Air

Tak jauh dari balok-balok penyusun jembatan, gedung Kantor Desa Waiburak, Asrama Tentara Nasional, masjid rusak akibat banjir. Lumpur sedalam lima hingga 20 sentimeter menghalangi jalan desa. Warga memanfaatkan kayu dari bangunan yang hancur sebagai batu loncatan dari satu rumah ke rumah lainnya. Sebagian jalan desa ditutupi dengan batu-batu besar dan batang pohon besar yang terhanyut dari pegunungan di sisi barat Waiburak.

Dalam tiga hari terakhir, aliran listrik di desa itu terputus, membuat malam semakin gelap dan sepi. Hanya gemericik air Sungai Mati yang terdengar jelas di malam hari. Sebagian besar warga Desa Waiburak memilih mengungsi ke rumah kerabatnya di Lamahala dan Waimerang Kota. Menurut Kepala Dusun 4 Lamahala Syamsul Ratuloly, ada lebih dari 300 warga Desa Waiburak yang mengungsi ke Desa Lamahala.

“Ada yang ditampung di rumah dan ada juga 30 KK yang mengungsi di Madrasah Aliyah Negeri Lamahala,” ujarnya.

Tidak banyak orang yang bertahan hidup di Waiburak. Mereka hanya mengandalkan cahaya lilin sebagai penerangan di malam hari.

Hongis Duran (60) mengatakan, warga di Waiburak sangat membutuhkan pasokan listrik untuk mendapatkan air bersih. “Kami sudah menggunakan air dari sumur selama tiga hari. Gantilah dengan tetangga lain. Karena belum semua bantuan air dan makanan sudah diterima,” ujarnya.

Jembatan darurat sepanjang 15 meter yang dibuat warga dari bambu dan bongkahan batu pada Selasa itu bisa digunakan untuk menggantikan fungsi jembatan yang terputus akibat banjir. Jembatan darurat yang dibangun di samping jembatan yang putus bisa dilalui oleh pejalan kaki dan sepeda motor. Selain memakan korban jiwa dan merusak desa, banjir bandang yang melanda Waiburak berdampak pada pasokan ikan untuk konsumsi rumah tangga di desa sekitarnya.

Sebagian besar penduduk Desa Waiburak merupakan nelayan yang sering berburu ikan di Laut Solor, Flores Timur. Mereka menjual ikan hasil tangkapan di Tempat Pelelangan Ikan, Pasar Waiwerang Kota, dan desa-desa di pedalaman.

Kondisi cuaca ekstrim dan banjir bandang yang melanda desa nelayan telah mengurangi pasokan ikan untuk konsumsi rumah tangga.

“Kami sudah makan selama tiga hari menggunakan mie instan dan nasi. Biasanya mudah mendapatkan ikan di pasar,” kata Bobby, pedagang es di Waiburak.

Selain melanda wilayah Flores Timur, banjir, longsor, dan angin kencang yang terjadi akibat Topan Tropis Seroja pada 4 April 2021, juga melanda wilayah Nusa Tenggara Timur lainnya seperti Kota Kupang dan Kabupaten Malaka, Lembata, Ngada. , Alor, Sumba Timur, Sabu Raijua, Rote Ndao, Timor Tengah Selatan, dan Ende. Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana, hingga Selasa pukul 15.00 Waktu setempat, bencana alam yang melanda sebagian wilayah Nusa Tenggara Timur menyebabkan 86 orang meninggal dunia, 98 orang hilang dan 146 orang luka-luka. Bencana tersebut juga mengakibatkan kerusakan rumah dan fasilitas umum serta memaksa sebagian warga mengungsi.





Loading...