NEWS24.CO.ID - Kembali terjadi konflik antara buaya dengan manusia di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Sepasang suami istri diserang buaya ketika mencari ikan, peristiwa ini terjadi di Perairan Desa Sebagin, Kecamatan Simpang Rimba, Kabupaten Bangka Selatan, Jumat (23/6/2023) dilansir TribunHealth.com dari laman BangkaPos.com.
Sepasang suami istri itu yakni Lahi (50) dan Rosmina (49). Keduanya mengalami nasib apes ketika sedang mencari ikan.
Ketika sedang memasang jaring ikan, keduanya langsung disambar buaya air asin.
Nahas, myawa Rosmina tidak bisa ditolong setelah sekujur tubuhnya mengalami luka.
Di tahun 2023 tercatat sudah ada 4 orang yang menjadi korban keganasan buaya di Bangka Belitung.
Baca juga: Ciri STNK yang Dikenakan Pajak Mahal, Terdapat Kode Ini, Ternyata Dianggap Mampu
Sebelumnya, dua korban juga meninggal dunia akibat keganasan buaya predator sungai. Korban tersebut yakni pria saidar (40) warga Desa Kerantao yang meninggal diterkam buaya di Sungai Celau, Kelurahan Sungai Selan, Kecamatan Sungaiselan, pada Selasa (10/1/2023).
Berikutnya, Muhammad Arpani (24) ditemukan meninggal dunia di dasar sungai aliran Sungai Mendo Kecamatan Mendobarat, Kabupaten Bangka, Jumat (6/1/2023)/
Arpani ditemukan sekitar 10 jam usai menghitang setelah diterkam buaya ketika korban sedang memancing.
Rusaknya habitat di sungai dan rawa menjadi penyebab buaya di Bangka dan Belitung sering berkonflik dengan manusia.
Bukan hanya itu saja, musim kawin buaya ternyata membuat biaya semakin agresif dan sering muncul di permukaan.
Septian Wiguna, Kepala Resort Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) mengatakan, habitat buaya tersebar di beberapa sungai dan rawa yang bermuara ke laut.
"Maka dari itu jenis buaya yang ada pada umumnya berjenis buaya muara (Crocodylus porosus)," ujar septian kepada bangkapos.com bebrapa waktu lalu.
Menurutnya, seiring dengan pertumbuhan populasi buaya beriringan dengan peningkatan jumlah manusia, dan bukan tidak mungkin dapat mengganggu habitat buaya.
"Kalau alam sudah rusak, mereka pasti akan keluar. Sehingga hal inilah yang kadang menimbulkan gesekan penggunaan ruang dalam habitatnya antara manusia dan buaya," ungkap Septian.
Baca juga: Pengambilan Gigi Bungsu Tak Cuma Cabut Saja, Perlu Kontrol Jahitan Setelahnya
Mengenai penyerangan buaya kepada manusia merupakan indikasi kondisi alam yang sudah tidak seimbang.
Atau dengan kata lain, terjadinya kerusakan alam yang mengganggu tempat hidup buaya itu sendiri.
Tumpang tindih ruang habitat buaya dengan aktivitas manusia tersebut, membuat tempat hidup buaya rusak dan mengakibatkan sumber pakan mereka menurun.
"Ini perlu ada kajian ilmiah untuk menyimpulkan penyebab utamanya. Dua faktor yang kami sampaikan adalah berdasarkan fakta yang terjadi sejauh ini," terangnya.
Lebih lanjut menurut Septian, semakin agresif buaya pada umumnya disebabkan masa kawin atau masa buaya betina matang secara seksual (siklus estrus).
Selain itu, buaya merupakan jenis satwa teritorial yang artinya pada siklus estrus tersebut, gerak-gerik apapun yang dianggap mengancam, buaya akan lebih agresif untuk mempertahankan teritorinya.
"Siklus estrus umumnya terjadi pada musim penghujan yang bila dikonversi musim penghujan saat ini yang dimulai pada akhir Desember atau awal Januari. Itulah sebab kenapa mereka lebih agresif," tutupnya.
Hewan purba ini biasanya tidak agresif, tetapi mereka adalah predator puncak yang kuat, dan ruang gerak mereka harus selalu dihormati.
Merupakan ide bagus untuk memberi mereka tempat tidur yang luas setiap saat, tetapi ini terutama berlaku selama musim kawin.
Ini adalah waktu aktivitas yang relatif tinggi untuk reptil ini. Ada persaingan untuk mendapatkan pasangan; mereka melindungi wilayah, mempertahankan sarang, dan melindungi anak yang baru menetas.
Baca juga: Pentingnya Mengetahui Ciri Spesifik Batu Kantung Empedu, Berikut Kata dr. Andry Irawan Sp.B-KBD
Jadi, kapan musim kawin buaya?
dikutip pada blog AZ Animal, ritual pacaran atau mencari pasangan untuk aligator dimulai pada musim semi, biasanya pada bulan April.
Saat musim semi membawa cuaca yang lebih hangat, aligator mulai melakukan pemanasan dan melakukan perjalanan ke daerah baru untuk mencari pasangan.
Setelah masa pacaran, perkawinan biasanya berlangsung selama bulan Mei dan Juni.
Ini adalah waktu rata-rata untuk kawin buaya. Namun, banyak faktor yang dapat mempengaruhi waktunya menjadi sedikit lebih lambat atau lebih awal.
Faktor utamanya adalah iklim, dan meskipun tahun-tahun yang lebih hangat atau wilayah geografis mungkin mengalami musim kawin lebih awal, kondisi yang lebih dingin mungkin berarti musim kawin yang tertunda
Seperti diberitakan bangkapos.com sepasang suami istri di Desa Sebagin, Kecamatan Simpang Rimba, Kabupaten Bangka Selatan, Kepulauan Bangka Belitung diserang buaya saat sedang mencari ikan, Jumat (23/6/2023) pagi.
Kejadian tersebut terjadi sekitar pukul 07.00 WIB di Pantai Tumpun.
Kedua orang itu yakni Lahi (50) dan Rosmina (49). Keduanya mengalami nasib sial ketika sedang mencari ikan.
Baca juga: Banyak Wanita Dewasa Memilih Pasangan Usia Muda, Bisakah Wanita Mengimbangi dengan Obat atau Terapi?
Tatkala sedang memasang jaring ikan keduanya langsung disambar buaya air asin.
Nahas, nyawa Rosmina tak dapat ditolong usai sekujur tubuhnya mengalami luka.
Kepala Desa Sebagin, Echeng Darno mengatakan, kejadian penyerangan buaya terhadap manusia memang kerap terjadi di wilayahnya.
Bahkan kejadian yang dialami Lahi dan Rosmina merupakan kasus yang kesekian kalinya. Peristiwa itu bermula saat keduanya mencari ikan dengan cara mukat atau pukat.
Saat keduanya telah berada di tepi pantai dan hendak membentangkan jaring, tiba-tiba dalam waktu sekejap Rosmina langsung disambar buaya dari arah kanan.
Lahi yang mengetahui istrinya diterkam buaya lalu langsung bergegas menyelamatkan.
Bahkan Lahi sempat bergelut dengan buaya selama beberapa menit dengan alat seadanya. Hingga akhirnya sang istri dilepaskan dari gigitan buaya.
Sayangnya, nyawa Rosmina sendiri tidak dapat diselamatkan karena mengalami luka di sekujur tubuhnya.
“Berhasil diselamatkan tetapi dalam kondisi sudah meninggal dunia. Paha, tangan kanan sampai patah, begitu juga leher. Banyak cacat lukanya, tidak sampai putus tapi hanya patah,” ujar Darno kepada Bangkapos.com, Jumat (23/6/2023).
Berdasarkan keterangan korban kata Darno, ukuran buaya tersebut cukup besar.
Bahkan panjangnya diperkirakan lima sampai enam meter.
Baca juga: Cuti Bersama Lebaran Idhul Adha 2023 Beda Bagi PNS dan Karyawan Swasta, Ini Penjelasan Menaker
Tak hanya itu menurutnya, jenis buaya air asin merupakan predator yang agresif.
Dengan ukurannya yang besar mereka tidak segan untuk memangsa binatang lain yang memiliki ukuran besar juga.
Bahkan, buaya air asin juga bisa menyerang manusia.
“Menurut keterangan suami korban buaya itu ukurannya besar. Ukuran lima sampai enam meter,” paparnya.
Lebih jauh ungkapnya, jumlah buaya yang ada di Perairan Desa Sebagin diperkirakan tak hanya satu.
Selain itu masih ada satu buaya hitam yang memiliki bobot dan panjang hingga mencapai delapan meter.
Walaupun begitu, ia sendiri belum bisa menyimpulkan dari mana asal buaya ini. Ia juga tidak bisa memastikan berapa banyak, namun dipastikannya tak begitu banyak.
“Perairan Desa Sebagin cukup luas, bahkan berbatasan langsung dengan Sumatera Selatan. Ini juga menjadi catatan kita,” ucapnya.
Kendati begitu kata dia, saat ini korban sendiri sudah dilakukan pemakaman di tempat pemakaman umum (TPU) Desa Sebagin.
Sementara suami korban sendiri sudah dilakukan pengobatan di Puskesmas terdekat. Lahi juga saat ini tengah mengalami syok berat.
“Sudah dimakamkan, untuk suami juga mengalami luka di lengannya,” pungkas Darno.
Baca juga: Infeksi Kecacingan Membuat Penderitanya Susah Makan, Ini Penjelasan dr. Ayodhia
Kapolsek Simpang Rimba, Iptu Junaidi menjelaskan, peristiwa itu terjadi sekitar pukul 07.00 WIB. Sat itu korban, Rosmina (49) sedang mencari ikan bersama suaminya di muara Pantai Tumpun. Tiba-tiba saat memasang jaring keduanya langsung disambar buaya.
“Kejadian bermula pada saat korban beserta suami sedang melakukan aktivitas mukat di sekitar Pantai Desa Sebagin,” kata dia kepada Bangkapos.com, Jumat (23/6/2023)
Junaidi memaparkan, saat disambar buaya sang suami sendiri berhasil menyelamatkan diri.
Ia langsung bergegas berenang ke daratan untuk meminta pertolongan kepada warga sekitar. Sedangkan Rosmina masih berjibaku menyelamatkan diri.
Warga setempat yang mendapat informasi kejadian itu langsung berbondong-bondong membantu mengevakuasi korban.
Namun nahas saat kembali ke lokasi, Rosmina justru tak dapat ditolong dan akhirnya meninggal dunia di lokasi kejadian. Karena mengalami luka cukup parah pada paha kiri.
“Kemudian suami meminta bantuan warga sekitar untuk membantu mengevakuasi korban. Namun korban sudah dalam kondisi meninggal dunia,” ujar Junaidi.
Saat ini kata dia, korban sendiri sudah dievakuasi ke rumah duka. Untuk selanjutnya dilakukan pemulasaraan jenazah. Meliputi kegiatan memandikan, mengkafani sesuai kepercayaan yang dianut. Setelah itu akan dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) setempat.
Sementara itu, sang suami sendiri saat ini masih mengalami syok berat. Lantaran menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri, saat istrinya tewas dimakan buaya.
“Korban dibawa ke rumah duka oleh warga untuk disalatkan dan dimakamkan di TPU Desa Sebagin,” pungkasnya
(TribunHealth.com/PP)
Sumber : TRIBUNNEWS.COM