NEWS24.CO.ID - Nilai tukar rupiah berisiko tertekan dolar AS pada Kamis, 18 Agustus, menyusul terbitnya risalah The Fed yang masih memantau perkembangan inflasi untuk menentukan kebijakan moneter.
Ketua Fed Jerome Powell pada konferensi pers mengatakan bahwa pihaknya dapat melanjutkan ke kenaikan suku bunga yang lebih kecil ke depan tetapi tetap terbuka untuk opsi kenaikan suku bunga yang lebih besar pada pertemuan berikutnya pada bulan September, tergantung pada data ekonomi yang akan dirilis sebelum pertemuan.
Read More : Cara Budidaya Lobster Air Tawar di Lahan Terbatas, Mulai dari Pembenihan hingga Panen
"Untuk perdagangan Kamis 18 Agustus, rupiah kemungkinan akan fluktuatif namun mendekati kisaran Rp14.750 - Rp14.820," kata Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Ascustombi dalam laporannya.
Pada Selasa, 16 Agustus, rupiah ditutup melemah 26,5 poin atau 0,18 persen menjadi Rp14.768 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS naik tipis 0,03 persen menjadi 106,58.
Ibrahim menjelaskan, pergerakan rupiah hari itu dipengaruhi oleh sentimen pembacaan catatan keuangan karena Indonesia merupakan negara dengan risiko resesi yang kecil jika dibandingkan dengan negara lain yang jaraknya sangat jauh. Sebagai perbandingan, mencapai 40-55 persen di negara-negara Amerika dan Eropa, dan negara-negara Asia Pasifik di kisaran 20 hingga 25 persen.
Read More : Kemenperin Sebut Industri Makanan dan Minuman di Indonesia Tengah Memasuki Masa Krisis
Mengutip Badan Pusat Statistik (BPS), hingga Juli 2022, laju inflasi Indonesia mencapai 4,94 persen, dan pada Agustus diprediksi akan meningkat pada kisaran 5 hingga 6 persen.
Pada September 2022, Indonesia diprediksi akan menghadapi hiperinflasi dengan tingkat inflasi pada kisaran 10 hingga 12 persen, yang disebabkan oleh laju kenaikan harga pangan dan energi yang semakin membebani masyarakat.