NEWS24.CO.ID - Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan atau Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, Kamis mengatakan perempuan pembela hak asasi manusia seringkali berada dalam posisi rentan hanya karena jenis kelaminnya.
Sepanjang tahun 2020, komisi menerima 36 laporan serangan fisik dan upaya kriminalisasi terhadap perempuan pembela hak asasi manusia. Angka tersebut lebih tinggi dari tahun 2019, yang melihat 35 kasus.
Read More : Susun Kabinet Prabowo Ajak Gibran Diskusi
“Identitas sebagai perempuan juga menjadi tantangan bagi mereka terhadap integritas mereka,” kata Yentriyani dalam pidato penerimaannya dalam diskusi tentang kriminalisasi terhadap pembela hak asasi manusia pada 2 Desember.
Ancaman yang mereka hadapi antara lain: teror atau intimidasi seksual, penyerangan terhadap perannya sebagai perempuan, ibu, dan aktivisme, pembunuhan karakter, isu moralitas, isu agama, budaya, hingga diskriminasi berbasis gender.
Read More : Naik Rp 6 000 Harga Emas Pagi Ini Rp 1 199 000 Per Gram
Secara umum, kerentanan yang dihadapi para aktivis, termasuk laki-laki, adalah kekerasan fisik, intimidasi mental, ancaman hukum oleh pelaku atau penegak hukum, dan upaya untuk membungkam suara mereka.
“Komnas Perempuan memprediksi tren meluasnya fundamentalisme, premanisme, politisasi identitas dan budaya kekerasan akan menyebabkan peningkatan kerentanan perempuan pembela hak asasi manusia di tahun-tahun mendatang,” tambahnya.