NEWS24.CO.ID - Penutupan perdagangan Kamis (7/11/2019) kemarin, harga saham bank mayoritas finis di zona merah dan membuat kinerja indeks sektor keuangan terkoreksi 0,96% ke level 1.269,19 indeks poin.
Akibatnya, Presiden Joko Widodo dalam penyataannya meminta perbankan nasional menurunkan bunga kredit menjadi pemicu koreksi saham-saham bank.
Dari sekian banyak bank di Indonesia, hanya saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) yang berhasil membukukan penguatan dengan kenaikan harga masing-masing sebesar 0,36% dan 1,33%. Selain itu banyak saham bank yang anjlok dan melemah.
Dari pernyataan tegas Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta pemimpin industri perbankan untuk menurunkan suku bunga kredit. "Saya mengajak untuk memikirkan secara serius untuk menurunkan suku bunga kredit," ujar Jokowi.
Menurut Jokowi, negara lain sudah menurunkan bunga kreditnya termasuk juga Bank Indonesia (BI) yang telah menurunkan bunga acuannya. Terlebih lagi mengingat MH Thamrin telah memangkas BI 7-Day Reverse Repo Rate 4 kali beruntun dengan total penurunan 100 basis poin ke level 5%.
"Ini saya tunggu kebijakan masing-masing bank," tegas Jokowi.
Meskipun demikian, pelaku industri merespon bahwa penurunan suku bunga kredit tak bisa serta merta langsung dilakukan setelah BI menurunkan suku bunga acuan. Hal ini dikarenakan perlu dilakukan penyesuaian terkait jatuh tempo kewajiban yang dimiliki bank saat ini.
Apabila suku bunga kredit diturunkan saat suku bunga deposito masih tinggi, maka industri perbankan akan tekor karena beban bunga (cost of fund) yang ditanggung menjadi lebih besar.
Dari pernyataan beberapa bankir yang tidak serta merta dapat melakukan penurunan suku bunga kredit. Terlihat bahwa pada dasarnya pelaku industri mau saja menurunkan suku bunga kredit, tapi dengan syarat bahwa beban bunga yang ditanggung tidak akan menekan performa keuangan perusahaan.
Ketua Bidang Pengkajian dan Pengembangan Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) Aviliani mengatakan perbankan nasional saat ini sedang menghadapi tantangan adanya potensi peningkatan kredit macet (non performing loan/NPL).
Bank harus meningkatkan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) jika NPL industri perbankan meningkat. "Penurunan suku bunga belum bisa di-eliminir oleh perbankan karena bank harus meningkatkan CKPN, untuk kredit macet. Kalau kredit macet tinggi itu-kan membutuhkan biaya lagi, otomatis bank harus menjaga keuntungan," kata Aviliani.
Cara bank menjaga keuntungan, kata Aviliani, adalah meningkatkan penyaluran kredit atau menaikkan suku bunga kredit. Namun untuk meningkatkan penyaluran kredit hampir tidak mungkin, pasalnya pertumbuhan kredit nasional saat ini hanya sekitar 7%.
"Jadi bank tidak mungkin menurunkan suku bunga," ujar Aviliani.
Untuk diketahui, Net Interest Margin (NIM) perbankan Indonesia saat ini sudah semakin tipis. Saat ini NIM perbankan Indonesia sekitar 4%-5%, turun dibandingkan beberapa waktu lalu yang sempat mencapai 6%.
"Itu tidak semua bank bisa mencapai NIM sebesar itu, tiap bank beda-beda. Kita punya kategori bank-bank BUKU I, II, III dan IV. Sekarang Bank BUKU III, LDR (loan to deposit ratio) sudah sangat tinggi, di atas 100%. Artinya mereka sudah kesulitan dana," kata Aviliani.
Dengan kondisi seperti ini, sulit bagi bank BUKU III untuk memberikan suku bunga murah. Sumber pendanaan bank-bank tersebut pasti mahal, otomatis kredit yang disalurkan akan dikenakan bunga tinggi.