NEWS24.CO.ID, PEKANBARU - Kabut asap yang menyerang Provinsi Riau dan kota Pekanbaru telah menelan korban jiwa. Paparan asap ini membuat anak dari Evan dan Yeni meninggal dunia pada Rabu (18/9) kemarin karena sakit ISPA.
Menurut keterangan dokter di salah satu rumah sakit di kota Pekanbaru menyebutkan anak tersebut meninggal karena ispa yang meliputi saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernpasan bagian bawah.
Orang tua korban yang meninggal tersebut bertempat tinggal di Rt 2 Rw 4 Kelurahan Kulim KM 19 di dekat gudang karton Kecamatan Tenayan Raya Kota Pekanbaru.
Orang tua korban meninggal dunia mengatakan bahwa mereka tengah berduka hingga kini karena kepergian anak mereka. Dan mereka hanya memohon agar Pemerintah kota Pekanbaru dan Pemerintah Provinsi Riau cepat mengatasi masalah karhutla ini agar tidak lagi terjadi pada anak-anak bayi lainnya di Pekanbaru, Riau, dan daerah lainnya.
"Kata dokter di rumah sakit, di mana bayi kami bawa, akibat virus kabut asap karena mengalami sesak napas dan batuk," kata Evo pada Kamis (19/9/2019).
Diceritakan Evo, anknya lahir di klinik bidan di Pekanbaru tak jauh dari rumahnya pada Senin malam, 16 September 2019. Dia dan istri serta bayi menginap di sana satu malam saja.
"Sewaktu lahir sehat dan normal tidak ada apa-apa. Dan Selasa pagi, kami pulang ke rumah," ucap Evo.
Tengah malam, bayinya mulai rewel sehingga Evo menghubungi bidan pagi harinya. "Bayi saya batuk dan pilek, demam juga. Kemudian napasnya itu seperti sesak," kata Evo.
Pagi hari, bayinya diperiksa bidan. Hasil pemeriksaan medis, suhu badannya mencapai 40 derajat celcius. Bidan memberi obat penurun panas dan dianjurkan dikompres supaya panasnya mereda.
Sebelum siang anaknya mulai membaik. Rumahnya juga kian ramai dikunjungi kerabat dan persatuan gereja, tempatnya beribadah tiap Minggu. Kedatangan jemaat menambah suka cita Evo hingga akhirnya malam menjelang.
Malam hari, Evo dan istri makan bersama dan bayi ada di tengah. Istrinya cepat menyudahi makan karena bayinya menangis. Sang istri menggendong dan memberikan obat dari bidan.
"Tiba-tiba istri bilang kenapa adek (bayi) pucat. Saya langsung sudahi makan dan meletakkan piring di lantai," cerita Evo.
"Kami hubungi bidan, dan hasil cek bidan, suhu bayinya mencapai 41 derajat celcius sehingga bidan meminta supaya dirujuk ke rumah sakit. Kami bawa ke Rumah Sakit Syafira. Dalam perjalanan bayinya berhenti menangis tapi demamnya masih tinggi. Saya mengira sudah tidak ada lagi (meninggal)," jelas Evo.
Sampai di rumah sakit, Rabu malam, pukul 19.00 WIB, bayinya langsung dirawat intensif dokter dan perawat. Namun apa daya, Tuhan berkehendak lain.
"Kata dokter, bayi saya mengalami sesak napas, batuk dan pilek karena terkena virus dari kabut asap," cerita Evo.
Evo berharap tidak ada korban lainnya dari kabut asap ini. Dia berharap pemerintah segera mengatasi kebakaran hutan dan lahan yang masih saja memproduksi kabut asap di Riau.
"Semoga hal serupa juga tidak terjadi pada anak-anak bayi lainnya, dan juga pada ibu-ibu hamil, serta orang tua," pungkas Evo di rumah duka.